Dilanda Resesi Seks, Pemerintah Jepang Berusaha Keras Jodohkan Warganya

Jepang saat ini dilanda oleh krisis seks, dengan begitu pemerintah Jepang melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan menjodohkan warganya.

Dilanda Resesi Seks, Pemerintah Jepang Berusaha Keras Jodohkan Warganya
Pemerintah Jepang berusaha keras jodohkan warganya. Gambar : REUTERS/Issei Kato

BaperaNews - Pemerintah Jepang risau dengan angka kelahiran yang terus menurun di Negaranya akibat resesi seks. Tidak sedikit warga Jepang yang enggan berhubungan seksual, enggan menjalin hubungan, dan enggan memiliki anak. Hal ini membuat pemerintah Jepang melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan menjodohkan warganya.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyebut Negaranya hampir tak bisa berfungsi dalam kehidupan kemasyarakatan karena angka kelahiran bayi yang terus menurun.

“Jepang berada di ambang kondisi apa kita bisa terus berfungsi sebagai masyarakat” tutur Fumio Kishida.

Salah satu upaya perjodohan yang dilakukan ialah di prefektur Miyagi, yakni warga bisa temukan jodohnya di layanan kecerdasan buatan milik pemerintah.

Begitu pula di Ehime, pemerintah setempat membuat sistem perjodohan warga dengan big data. Sementara di Miyazaki caranya lebih tradisional, dengan memfasilitasi warga untuk berkirim surat terlebih dahulu pada calon pasangannya.

Di Tokyo bahkan ada pelatihan khusus tentang mencari jodoh seperti tentang bagaimana cara memulai obrolan dengan lawan bicara.

Sebelumnya tidak pernah terjadi pada sejarah Jepang bahwa pemerintahnya begitu semangat menjodohkan warganya, memang angka kelahiran ialah pertaruhan besar, berhubungan dengan masa depan dan keberlangsungan Negara.

Dari data Survey National Institute of Population & Social Security Research, hampir 1/5 pria kepang dan 15% wanita Jepang tidak ingin menikah. Ini ialah angka tertinggi sejak tahun 1982. Hampir 1/3 pria dan 1/5 wanita Jepang yang telah berumur 50 tahun lebih tidak pernah menikah.

Baca Juga : Jepang Naikkan Usia Persetujuan Hubungan Seksual, Dari 13 Jadi 16 Tahun

Salah satu pakar dari Harvard Mary Brinton menyebut pemerintah Jepang seharusnya mengatur waktu usaha dan keluarga yang seimbang untuk warga Negaranya yang sebelumnya pernah diterapkan di Negara Swedia.

Sehingga warga Jepang punya prioritas lain selain bekerja, punya waktu untuk keluarga sehingga tidak terjadi resesi seks. “Negara pasca industri mungkin membuat seimbang jam kerja dan keluarga bisa dilakukan untuk mencegah menurunnya angka kelahiran” tutur Mary Brinton.

Diketahui Jepang dikenal sebagai Negara disiplin, tiap warga berusaha untuk mendapat uang karena biaya hidup yang mahal. Tiap orang banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja, untuk bisa tetap hidup. Sebab itulah banyak yang mengabaikan kebutuhan dasar lain seperti berkeluarga dan memiliki anak.

Warga Jepang khawatir memiliki keluarga dan anak akan menambah beban hidup mereka, sebab itulah angka pernikahan dan kelahiran bayi di Jepang terus menurun.

Jika hal ini tak bisa teratasi, bukan tidak mungkin Jepang akan penuh dengan generasi tua, yang jelas akan membuat perkembangan ekonomi atau kemasyarakatannya terhambat di masa depan akibat resesi seks di Jepang yang berkelanjutan.

Baca Juga : Mengurangi Kepadatan, Jepang Bayar Warga Rp 118 Juta Untuk Pindah Dari Tokyo