Hukuman Pelaku Pemerkosaan di Zaman Majapahit, Mengerikan!

Pahami hukuman pemerkosaan yang diterapkan pada zaman Majapahit dan bagaimana kerajaan ini berkomitmen melindungi perempuan dari pelecehan seksual.

Hukuman Pelaku Pemerkosaan di Zaman Majapahit, Mengerikan!
Hukuman Pelaku Pemerkosaan di Zaman Majapahit, Mengerikan!. Gambar : Ilustrasi Kreator BaperaNews Via Canva

BaperaNews - Pemerkosaan, suatu tindak kejahatan yang mengerikan dan melukai perempuan secara fisik maupun mental, bukanlah fenomena baru di Indonesia. Bahkan pada zaman Majapahit, sebuah kerajaan kuno yang berdiri di Indonesia pada abad ke-14 hingga abad ke-15, pemerkosaan adalah perbuatan yang dianggap serius dan dikenakan hukuman yang sangat tegas.

Seiring dengan meningkatnya kasus pemerkosaan di Indonesia saat ini, tampaknya kita perlu melihat kembali pada sejarah masa lalu, terutama pada masa Kerajaan Majapahit, untuk memahami betapa mengerikannya hukuman bagi pelaku pemerkosaan. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi hukuman pelaku pemerkosaan di zaman Majapahit seperti hukum potong tangan.

Hukuman Pelaku Pemerkosaan di Zaman Majapahit

Kerajaan Majapahit memiliki aturan yang sangat ketat, terutama dalam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hukuman bagi pelaku pemerkosaan, atau "strisanggrahana" seperti yang disebut dalam prasasti Cangu tahun 1358, adalah salah satu contoh nyata betapa seriusnya kerajaan ini mengatasi perbuatan pelecehan seksual.

Baca Juga : Mengerikan! Ini Kasus Pemerkosaan Mahasiswa Saat KKN

Aturan yang Dibuat di Zaman Majapahit

Aturan mengenai pemerkosaan di zaman Majapahit diatur dalam berbagai pasal yang disebut "paradara". Paradara, secara harfiah, berarti istri orang lain atau perbuatan serong. Terdapat setidaknya 17 pasal dalam bab paradara yang mengatur hukuman bagi pelaku pemerkosaan.

Isi dari Prasasti Cangu di Zaman Majapahit

Prasasti Cangu tahun 1358 adalah salah satu bukti sejarah yang mengungkapkan betapa seriusnya Kerajaan Majapahit dalam menghadapi pemerkosaan. Prasasti ini mencatat hukuman berat bagi pelaku pemerkosaan, yang disebut dengan strisanggrahana pada peraturan zaman Majapahit.

Hukuman Bagi Pelaku Pemerkosaan di Zaman Majapahit

Hukuman bagi pelaku pemerkosaan di zaman Majapahit sangatlah beragam, tergantung pada kedudukan sosial sang perempuan yang menjadi korban. Jika sang perempuan berasal dari kasta tinggi, yang dikategorikan sebagai perempuan utama, pelaku pemerkosaan dikenakan denda sebesar dua laksa. Jika berasal dari kasta menengah, dendanya selaksa. Sedangkan jika korban adalah seorang perempuan dari kasta rendah, pelaku harus membayar denda sebesar lima tali.

Hukuman potong tangan di zaman Majapahit juga diterapkan sebagai upaya untuk memberikan keadilan kepada korban pemerkosaan dan memberikan efek jera kepada pelaku. Hukuman ini dilaksanakan oleh raja dan diarahkan kepada mereka yang terbukti bersalah. Tujuannya adalah untuk memberikan sanksi yang berat kepada pelaku pemerkosaan, memberikan keadilan kepada korban, dan mencegah insiden pemerkosaan di masyarakat, mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan pemberian keadilan. Hukuman ini merupakan bagian dari sistem hukum zaman Majapahit yang sangat serius dalam melawan tindak kejahatan pelecehan seksual dan melindungi hak-hak perempuan.

Undang-Undang dan Hukum di Zaman Majapahit

Selain prasasti, Kerajaan Majapahit juga memiliki aturan hukum yang mengatur perlindungan perempuan dari tindakan pelecehan seksual. Dalam undang-undang ini diatur berbagai jenis hukuman dan denda bagi pelaku pemerkosaan. Hukuman yang paling drastis adalah pemotongan tangan oleh raja dan pengusiran dari desa tempat tinggal pelaku dengan membawa tanda ciri bahwa ia pernah memerkosa istri orang.

Pemerkosaan adalah tindak kejahatan yang selalu mendapat perhatian serius dalam sejarah Indonesia. Peraturan zaman Majapahit kala itu hukuman bagi pelaku pemerkosaan sangatlah beragam, tergantung pada berbagai faktor termasuk kedudukan sosial sang perempuan yang menjadi korban. Hukuman ini mencerminkan komitmen kuat dari Kerajaan Majapahit untuk melindungi perempuan dari tindakan pelecehan seksual.

Meskipun masa lalu bisa menjadi sumber inspirasi, penting bagi kita untuk terus berusaha memerangi pemerkosaan dalam masyarakat kita, dan berharap agar kasus semacam itu bisa dikurangi secara signifikan. Dengan pemahaman sejarah seperti ini, kita dapat belajar dari masa lalu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan aman bagi semua orang. Semoga artikel ini dapat menjadi pengingat akan pentingnya melindungi hak dan keamanan perempuan di zaman kita saat ini.

Baca Juga : 10 Artis Hollywood Korban Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual, ada Taylor Swift