Fahd A Rafiq: Bentuk Ketimpangan Kesehatanlah yang Paling Tidak Manusiawi

Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq menyebut bahwa ketimpangan yang paling tidak manusiawi adalah ketimpangan peluang hidup dan kesehatan di sebuah Negara.

Fahd A Rafiq: Bentuk Ketimpangan Kesehatanlah yang Paling Tidak Manusiawi
Fahd A Rafiq: Bentuk Ketimpangan Kesehatanlah yang Paling Tidak Manusiawi. Gambar : Istimewa

Ahmad Sofyan (Kontributor) – Ketimpangan merupakan sebuah bentuk ketidakadilan, dan ketimpangan yang paling tidak manusiawi adalah ketimpangan peluang hidup dan kesehatan di sebuah Negara. Sebuah kondisi dimana seseorang lebih kecil peluang hidupnya dibandingkan manusia lainnya. 

Hal tersebut diumumkan langsung oleh Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq pada Senin (27/3). 

“Orang yang telah sampai pada tahap makrifat kesehatan itu harta paling berharga bukan materi atau yang lain, karena sehatlah yang membuat kita bisa beribadah khusyuk dan tunduk kepada sang Khalik,” ucap Fahd A Rafiq. 

Menurut Fahd A Rafiq, ketimpangan kesehatan tersebut perlu dicari solusinya, apabila terdapat ketimpangan vital yang merujuk pada peluang hidup tidak setara, maka perlu diperjuangkan kembali dengan mendapatkan perawatan terbaik, mulai dari kebutuhan fisik - biologisnya, imunisasi, bermain, istirahat hingga tumbuh dengan optimal. 

“Betapa mirisnya usia seseorang di sebuah negara yang kualitas kesehatan dan kesejahteraannya rendah. Apabila angka kematian bayi tinggi, usia hidup yang rendah ini merupakan kesenjangan yang luar biasa. Ketimpangan kesehatan menjadi penyebab peluang hidup seseorang yang berbeda dari manusia lainnya bahkan jika sudah seperti ini kita tidak bisa memiliki SDM yang unggul bahkan cenderung tertinggal,” imbuh Fahd A Rafiq. 

Sebagai informasi, pada tahun 2022 usia harapan manusia telah mencapai 71,85 tahun meningkat jauh dari tahun 1945 yang memiliki harapan hidup hanya sampai 40 tahun.

Jika dibandingkan dengan Negara lain yang merdekanya berdekatan dengan Indonesia seperti Korea Selatan (83,85), Malaysia (75,94) dan Singapura (83,93), harapan hidup Indonesia masih tertinggal cukup jauh.

“Sekali lagi karena Indonesia Negara besar yang mengurus rakyatnya tidak mudah, dibanding dengan Negara ASEAN lain. Harapan hidup umat akhir zaman diprediksi hanya sampai 63 tahun. Jika lebih dari itu yang bonus. Bukti data terbaru Indonesia korban meninggal akibat Covid-19 di tahun 2-23 usia 46-49 tahun meninggal dunia pada Juni-Juli ada 13.000 orang. Pada kelompok usia 31-45 tahun pada Juni-Juli ada 5.159 orang,” pungkas Fahd A Rafiq. 

Fahd A Rafiq menyebut bahwa Negara dengan harapan hidup terpanjang ialah Jepang, Swiss, Singapura, dan Finlandia. Sedangkan harapan hidup terpendek ialah Sudan Selatan, Nigeria, Chad, Somalia, dan Lesotho, dimana Negara tersebut termasuk Negara miskin yang dilanda konflik dan perang saudara. 

Apabila ketimpangan kesejahteraan ini disimpulkan, maka penanganan ketimpangan peluang hidup sangat terikat dengan pemenuhan hak dasar masyarakat dan pengurangan ketimpangan ekonomi (kekurangan kesehatan + kekurangan ekonomi = SDM tertinggal). 

Perlu diketahui, faktor sosial yang berpengaruh dalam kesehatan disebut Social Determinants of Health, jadi kondisi sosial yang mempengaruhi kesempatan seseorang untuk memperoleh kesehatan adalah Health Equity, sebab berkaitan dengan nilai kesetaraan dan keadilan. 

Kesehatan merupakan sumber daya yang penting dalam bernilai untuk perkembangan manusia untuk meraih potensi mereka dan berkontribusi secara positif untuk masyarakat. 

“Pemegang kebijakan public dan politiknya masih tenang-tenang aja 2024 akan seperti ini. Kampanye mau jadi sesuatu. Sebelum itu semua harus ada konsep, mau dibawa kemana Indonesia kedepan. Maka dari itu kesehatan adalah pondasi dasar majunya sebuah bangsa dan negara yang dibarengi dengan kekuatan ekonomi yang dieksekusi dengan kebijakan politik untuk kebaikan Bersama,” tutup Fahd  A Rafiq. 

Penulis : Ahmad Sofyan (Bapera Pusat)