Coca-Cola dan Starbucks: Kami Tidak Berikan Dukungan Finansial ke Israel

Dampak dari Fatwa MUI tentang boikot produk pro Israel mulai terasa, memicu respons dari perusahaan-perusahaan yang terkena imbas.

Coca-Cola dan Starbucks: Kami Tidak Berikan Dukungan Finansial ke Israel
Coca-Cola dan Starbucks: Kami Tidak Berikan Dukungan Finansial ke Israel. Gambar : Dok.Evening Standard

BaperaNews - Sejumlah perusahaan besar yang terafiliasi dengan Israel saat ini merasa resah menghadapi aksi boikot besar-besaran dari masyarakat, yang berpotensi memburuk seiring dengan meningkatnya dukungan terhadap perjuangan Palestina.

Aksi boikot ini semakin menguat setelah Mjelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa No.83/2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina.

Aksi boikot ini memberikan dampak signifikan terutama pada perusahaan-perusahaan besar yang umumnya bergerak di bidang produk makanan dan minuman. Produk-produk ini, khususnya dari barat (mitra sekutu Israel), menjadi sasaran utama dari gerakan boikot ini. Di sisi lain, layanan jasa melalui teknologi kekinian nampaknya luput dari aksi boikot.

Beberapa perusahaan yang terdampak oleh aksi boikot ini berkontribusi pada pembayaran royalti label halal, namun, Fatwa No.83/2023 tetap memberikan dampak serius pada citra dan penjualan produk-produk mereka. Perusahaan yang terkena dampak umumnya berasal dari sektor makanan dan minuman, dengan kebanyakan merupakan mitra sekutu Israel.

Respons Coca-Cola

Salah satu merek yang terkena seruan boikot adalah Coca-Cola, perusahaan pembuat minuman bersoda asal Amerika Serikat.

Lucia Karina, Public Affairs, Communication & Sustainability Director for Indonesia and PNG Coca-Cola Europacific Partners (CCEP), menyatakan bahwa aksi boikot adalah pilihan masing-masing konsumen di Indonesia.

Meskipun Coca-Cola berasal dari Amerika Serikat, yang merupakan sekutu paling dekat Israel, nyaris semua bahan pembuatan hingga tenaga kerja yang terlibat di fasilitas produksi berasal dari Indonesia.

Baca Juga : Daftar 40 Produk Israel di Indonesia, Diboikot Tapi Tetap Dijual!

"Yang jelas, gini, apapun yang terjadi, semua produk-produk itu diproduksi oleh orang-orang Indonesia dengan menggunakan produk lokal Indonesia untuk Indonesia. Itu aja," jelas Lucia. Sebagai perusahaan multinasional, Coca-Cola juga harus beradaptasi dengan perubahan, salah satunya terkait dengan isu-isu geopolitik.

"Yang jelas, namanya dunia selalu bergerak dengan segala itu. Yang penting mari kita doakan untuk perdamaian dan kedamaian," katanya. Selain Coca-Cola, perusahaan ini juga memproduksi minuman bersoda lainnya di Indonesia, seperti Fanta dan Sprite.

Jawaban Starbucks

Manajemen Starbucks menyatakan bahwa perusahaan tidak mendukung tindakan yang mengandung kebencian dan kekerasan. Starbucks dan mantan presiden perusahaan, Howard Schultz, tidak pernah memberikan dukungan finansial kepada Israel. Pernyataan ini diumumkan lewat laman resmi perusahaan.

"Kami dengan tegas menyatakan tidak mendukung tindakan yang mengandung kebencian dan kekerasan, sepenuhnya mendukung usaha perdamaian di dunia," tulis Starbucks.

Manajemen Starbucks menegaskan bahwa baik Starbucks maupun mantan pemimpin perusahaan tidak memberikan dukungan finansial kepada pemerintah Israel dan/atau Angkatan Darat Israel.

Starbucks, sebagai organisasi non-politik, tidak beroperasi di Israel. Pada tahun 2001, Starbucks sempat muncul di Tel Aviv, tetapi dua tahun kemudian, pada 2003, Starbucks harus meninggalkan Israel karena kerugian yang dialami.

Meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik, transaksi perdagangan antara Indonesia dan Israel cukup besar. Nilai ekspor Indonesia ke Israel mencapai 140,57 juta dolar AS, dengan komoditas utama berupa lemak dan minyak hewani/nabati, alas kaki, mesin/perlengkapan elektrik, serat stapel buatan, serta ampas dan sisa industri makanan.

Impor nonmigas Indonesia dari Israel mencapai 16,97 juta dolar AS, dengan komoditas utama berupa mesin dan peralatan mekanis, serta perkakas dan peralatan dari logam tidak mulia. Meski konflik Israel-Palestina tengah terjadi, nilai perdagangan ini tampaknya tidak terlalu berdampak signifikan terhadap perdagangan internasional.

Baca Juga : Aksi Boikot Produk Pro Israel Dikhawatirkan Bisa Kena PHK Massal