Tak Selalu Dipenjara, Ini Alternatif Hukuman Penghina Pemerintah

Pada draft terbaru RKUHP, penghinaan kepada pemerintah atau lembaga Negara diatur pada Pasal 270. Terdapat alternatif hukuman selain pidana penjara.

Tak Selalu Dipenjara, Ini Alternatif Hukuman Penghina Pemerintah
Tak Selalu Dipenjara, Ini Alternatif Hukuman Penghina Pemerintah. Gambar: Similarpng.com

BaperaNews - Penghina pemerintah atau lembaga Negara tidak selalu dihukum dengan pidana penjara. Jubir Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) Albert Aries menyebut pemerintah melalui Kemenkumham tidak ingin pasal penghinaan kepada pemerintah dan lembaga Negara menjadi tindakan represif untuk rakyat.

“Salah satu keunggulan RKUHP ialah adanya alternatif sanksi selain penjara, misalnya dengan sanksi denda” ujarnya Sabtu (3/12). Pada draft terbaru RKUHP per tanggal (30/11), penghinaan kepada pemerintah atau lembaga Negara diatur pada Pasal 270.

Dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pemerintah ialah presiden, wakil presiden, dan menteri. Sedangkan lembaga Negara ialah MPR, DPD, DPR, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi. Ada ancaman penjara 1 tahun 6 bulan, namun ada juga alternatif hukuman denda kategori II atau maksimal Rp 10 juta.

Baca Juga: Pasal Pencemaran Nama Baik Resmi Dihapus dari UU ITE

“Tidak benar bahwa orang yang menghina pemerintah atau lembaga Negara serta merta akan dipenjara” tegasnya. Ia juga menyebut berupaya untuk menutup ruang tindakan represif pemerintah kepada masyarakat, sebab Pasal 240 draft KUHP merujuk ke Pasal 270 KUHP yang saat ini masih berlaku. Aturan bersifat konstitusional dan tidak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dalam draft terbaru, dijelaskan bahwa jeratan pasal hanya bisa diberikan jika ada pemerintah atau lembaga Negara yang mengajukan tuntutan. “Ini penting untuk memastikan, tidak semua staf dan pejabat berhak untuk membuat pengaduan” terangnya.

Ia juga menjelaskan perbedaan kritik dan penghinaan, pemerintah memastikan kritik tidak akan dipidana karena merupakan hak berekspresi dan demokrasi masyarakat. “Kritik itu bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat” pungkasnya.

Sedangkan penghinaan ialah bentuk kalimat atau perbuatan yang memburukkan nama seseorang, memaki, menistakan. Kritik biasanya berhubungan dengan tanggapan akan baik buruk yang perlu perbaikan. Sedangkan penghinaan lebih ke hal negatif dengan kata yang sarkasme, kasar, atau sejenisnya.

Komisi III DPR telah setuju untuk melanjutkan RKUHP ke pembahasan tingkat II, maka hanya perlu dibawa ke rapat paripurna untuk mengambil keputusan final. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyebut pihaknya berencana segera mengesahkan RKUHP menjadi UU. Proses akan dilakukan sebelum masa reses DPR yakni sebelum (16/12).

Baca Juga: RUU Kesehatan Omnibus Law Terjadi Pro-Kontra, Menkes Buka Suara!