Buruh Tolak Kenaikan UMP DKI Jakarta, Ancam Mogok Kerja Nasional

Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2024 yang hanya sebesar 3,38 persen.

Buruh Tolak Kenaikan UMP DKI Jakarta, Ancam Mogok Kerja Nasional
Buruh Tolak Kenaikan UMP DKI Jakarta, Ancam Mogok Kerja Nasional. Gambar : Kompas.com/Dok. Tria Sutrisna

BaperaNews - Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam keputusan kenaikan Upah Minimum Provinsi alias UMP DKI Jakarta tahun 2024 yang hanya sebesar 3,38 persen atau setara dengan Rp 165.583, menjadikannya Rp 5,06 juta.

Penolakan ini dipicu oleh penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, yang mengacu pada omnibus law UU Cipta Kerja.

Presiden Partai Buruh dan sekaligus Presiden KSPI, Said Iqbal, secara tegas menolak kebijakan ini. Dia menyatakan bahwa buruh akan menggelar demo serta mogok nasional mulai 30 November hingga 13 Desember 2023, melibatkan 5 juta buruh dari lebih dari 100 ribu perusahaan.

Said Iqbal menegaskan bahwa dasar hukum mogok nasional ini tercakup dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat buruh, yang mengakui fungsi serikat buruh untuk mengorganisir pemogokan.

Menurut Said Iqbal, PP 51/2023 mengacu pada indeks tertentu dalam omnibus law UU Cipta Kerja, yang telah ditolak oleh Partai Buruh dan KSPI. Poin kritisnya adalah kenaikan upah minimum yang ditentukan berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Dalam PP 51/2023, indeks tertentu disebut alpha, dengan nilai antara 0,1 hingga 0,3.

Said Iqbal menyoroti bahwa kenaikan upah minimum provinsi UMP 2024) yang diputuskan oleh para Gubernur lebih rendah dari kenaikan upah Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/Polri sebesar 8 persen, dan pensiunan 12 persen.

Baca Juga : UMP 2024 Hanya Naik 2-3%, Jauh dari Tuntutan Buruh?

Secara internasional, Said Iqbal menilai kebijakan ini sangat tidak wajar. Dia menyatakan, "Di seluruh dunia, tidak ada kenaikan upah minimum pegawai negeri lebih tinggi daripada upah pegawai swasta." Oleh karena itu, buruh menuntut kenaikan UMP 2024 sebesar 15 persen.

Sebagai contoh, jika UMP DKI saat ini sebesar Rp 4,9 juta, maka dengan kenaikan 15 persen, upahnya seharusnya menjadi Rp 5,63 juta. Jauh berbeda dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta yang hanya menaikkan UMP sebesar 3,38 persen atau naik Rp 165 ribu menjadi Rp 5,067 juta.

Said Iqbal juga memperingatkan bahwa jika kenaikan UMP tetap sebesar Rp 165 ribu, buruh akan mengalami kesulitan ekonomi.

Dia menggambarkan bahwa harga beras naik 40 persen, telur naik 30 persen, transportasi naik 30 persen, sewa rumah naik 50 persen, dan inflasi makanan lebih dari 25 persen menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam keterangannya, Said Iqbal menyalahkan Kementerian Ketenagakerjaan yang nilainya hanya mementingkan dirinya sendiri dan tidak mempertimbangkan kondisi riil yang dihadapi oleh buruh.

Dengan dalih keadilan dan kebutuhan hidup yang semakin sulit, Said Iqbal memastikan bahwa mogok nasional yang akan dilaksanakan buruh memiliki landasan hukum yang kuat.

Dia menekankan bahwa buruh memiliki hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum sesuai dengan UU yang berlaku, dan serikat buruh memiliki fungsi untuk mengorganisir pemogokan.

Ancaman demo dan mogok nasional ini menjadi sorotan karena melibatkan jumlah buruh yang cukup besar, yakni 5 juta orang dari 100 ribu perusahaan. Implikasinya tidak hanya terasa pada sektor ketenagakerjaan, tetapi juga dapat berdampak pada stabilitas ekonomi nasional. 

Baca Juga : Daftar Lengkap Kenaikan UMP 2024, Jawa Tengah Terendah!